Kamis, 05 April 2012

REVIEW BUKU

REVIEW BUKU
Nama/Kelas/NIM : Yhulis/PAI-B/09410043

Judul Buku : Paradigma Islam (Intepretasi untuk Aksi)
Karya : Dr. Kuntowijoyo
Editor : A. E. Priyono
Penerbit : Mizan, Bandung
Tahun Terbit : 1998
Tebal Buku : 399 Halaman.

BAGIAN PERTAMA: KONTEKS HISTORIS ISLAM DI INDONESIA: TRANSFORMASI DAN INTERPRETASI

Bab I. Transformasi Kehidupan Agama dan Organisasi-Organisasi Islam: Perspektif Asia Tenggara
Politik integrasi nasional negara-negara yang modern menghadirkan tantangan bagi masyarakat-masyarakat Muslim di Asia Tenggara. Apakah kaum Muslim berada dalam posisi mayoritas seperti di Indonesia dan Malaysia, atau minoritas seperti Filipina, Muangthai, dan Singapura, eksistensi negara-bangsa menjadi problem.
Bab II. Muslim Kelas Menengah Indonesia 1910-1950: Sebuah Pencarian Identitas
Golongan menengah Muslim telah menjalani proses evolusi, dari identitas sebagai massa menjadi umat, dan akhirnya warga negara. Latar belakang sejarah kaum santri sangat mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri terhadap perubahan, dan bahwa ketegangan dan pertentangan tak dapat dihindarkan untuk sebagian dari mereka.bahkan pada masa kin sifat mendua dari kaum santri masih tampak jelas dalam perbedaan antara yang berasal dari desa dan kota, antara golongan menengah pedagang dan petani. Kebudayaan politik kaum santri, merentang dari peserta kepada subjek politik, dari sikap membangkang dan tunduk.
Bab III. Angkatan Oemat Islam: Beberapa Catatan Mengenai Gerakan Islam Lokal 1945-1950
Lebih dari segalanya, kasus AOI adalah suatu problem sosial. AOI bukan semata-mata suatu badan kelasykaran, tetapi suatu pergerakan sosial, lebih tepatnya suatu pergerakan sosial yang abortif, karena gagal mencapai sasaran pergerakannya. Dalam penyelesaian problem sosial, yang sebagian anggota masyarakat memisahkan diri, sebaiknya diadakan sosialisasi.
Bab IV. Serat Cebolek dan Mitos Pembangkangan Islam: Melacak Asal-Usul Ketegangan antara Islam dan Birokrasi
Serat Cebolek menggambarkan dengan rinci tentang perilaku Haji Rifai dan para santrinya. Dia yang mengklaim menjadi khalifah Kanjeng Nabi, satu-satunya orang alim dan adil, digambarkan sebagai bersifat kasar, bahkan gila. Konon, ketika seorang modin (penghulu tingkat desa) memintanya untuk memperbaharui keimanannya (modin), murid Haji Rifai memandikannya di kolam karena seperti kata Haji Rifai kepadanya tubuhnya najis sehingga shalatnya tidak diterima, lagipula karena dia mengabdi kepada birokrasi kolonial. Modin itu kemudian dipukul dengan rumput alang-alang sampai berdarah dan menjerit kesakitan.
Bab V. Agama, Negara, dan Formasi Sosial: Sejarah Aliensi dan Oposisi Islam di Indonesia
Umat Islam merupakan kesatuan yang sadar diri sepanjang sejarah. Banyak penjelasan historis telah diajukan mengenai watak penetrasi damai Islam ke Indonesia. Wertheim misalnya, menyebut bahwa gagasan persamaan dalam Islam merupakan daya pikat utama agama ini, karena konsep stratifikasi sosial Hindu tidak menarik buat pedagang dan pengrajin kecil yang sedang tumbuh di kota-kota pesisir. Islam melengkapi mereka dengan ideologi untuk melawan kelas atas Hindu.


BAGIAN KEDUA: DARI CITA-CITA NORMATIF KE GERAKAN SOSIAL: BEBERAPA REFLEKSI EMPIRIS

Bab VI. Visi Teologis Islam dan Problem Peradaban Modern
Gambaran mengenai manusia dan cita-cita kemanusiaan yang terdapat di dalam Islam seperti yang dilukiskan dengan amat sederhana sungguh berbeda dengan gambaran dan cita-cita Barat. Di Barat, kemajuan hanya dicapai jika kita membebaskan diri dari alam pikiran agama. Islam harus membebaskan manusia dari kungkungan aliran pikiran dan filsafat yang menganggap manusia tidak mempunyai kemerdekaan dan hidup dalam absurditas.
Bab VII. Cita-cita Transformasi Islam
Pada dasarnya seluruh kandungan nilai Islam bersifat normatif. Nilai-nilai normatif itu harus diaktualisasikan secara langsung menjadi perilaku. Selanjutnya, mentransformasikan nilai-nilai normatif itu menjadi teori ilmu sebelum diaktualisasikan ke dalam perilaku.
Bab VIII. Umat Islam dan Industrialisasi Indonesia: Kancah Pergulatan Baru
Masalah industrialisasi sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari masalah modernisasi, karena industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi.. transformasi industrial mempunyai konsekuensi yang amat luas. Persoalan yang rumit ialah bagaiman agama berperan sehingga tidak ada konflik kelas yang menajam, atau kalau ada konflik kelas, konflik itu justru fungsional dalam mengantarkan masyarakat menuju ke pembagian ekonomi yang merata.
Bab IX. Setting Sosial Islam Indonesia: Sebuah Peta Situasi
Dalam perspektif sejarah pemikiran, kita dapat mengatakan bahwa meskipun kesadaran umat belum merata, munculnya pemikiran sistemik seperti itu tampak berada di garda paling depan.
Bab X. Dimensi-Dimensi Sosial Gerakan Islam di Indonesia
Sampai abad kesembilanbelas, pola pergerakan Islam di Indonesia bersifat komunal. Para tokoh pemimpin Islam menggunakan solidaritas pedesaan. Pola gerakan komunal dengan menggunakan solidaritas mekanis semacam ini bersifat sangat lokal. Ia muncul dimana-mana sampai awal abad keduapuluh, sejarah Indonesia banyak memberikan contoh timbulnya gerakan bersifat komunal ini.

BAGIAN KETIGA: KLARIFIKASI DAN ELABORASI: KE ARAH REAKTUALISASI ISLAM

Sebuah model reaktualisasi dapat diupayakan lewat lima program reinterpretasi. Untuk memerankan kembali misi rasional dan empiris Islam, kita memiliki beberapa program pembaruan pemikiran untuk reaktualisasi Islam yang dapat dilaksanakan pada saat ini.
Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial skruktural lebih daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam Al-Qu’an.
Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif. Tujuan dilakukannya reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam pada cita-cita objektif.
Selanjutnya program ketiga adalah mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini kita cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an pada level normatif, dan kurang memperhatikan adanya kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma itu menjadi kerangka-kerangka teori ilmu.
Program yang keempat adalah mengubah pemahaman yang a-historis menjadi historis. Selama ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Qur’an cenderung sangat bersifat a-historis, padahal maksud Al-Qur’an menceritakan kisah-kisah itu agar kita berpikir historis.
Demikanlah, program yang terakhir , yaitu yang barangkali merupakan simpul dari keempat program sebelumnya adalah bagaimana merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum (general) menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris.

3 komentar:

  1. benar....bahwa nilai-nilai kandungan islam bersifat normatif. sebisa mungkin nilai-nilai tersebut di lestarikan oleh masyarakat indonesia,sehingga idenitas negara indonesia dapat terwujud secara maksimal.

    sri sunarti 09410021

    BalasHapus
  2. 1. Sampai abad kesembilanbelas, pola pergerakan Islam di Indonesia bersifat komunal. --maksud dari bersifat komunal ini apa yaa?--

    2. Para tokoh pemimpin Islam menggunakan "solidaritas pedesaan". Contoh dari solidaritas pedesaan pada saat itu seperti apa?

    mgnkin bisa di jelaskan mb yulis

    laila nur w - 09410093

    BalasHapus
  3. luar biasa,, saya terkesan sekali

    by:09410175

    BalasHapus