RESENSI
“PARADIGMA KEBUDAYAAN ISLAM”
Oleh:
Mustafidatus Showinah (09410116)
Identitas
Buku
Judul
Buku :
Paradigma Kebudayaan Islam
Penulis : Dr. Faisal
Ismail, MA.
Penerbit
/ Kota Terbit : Titian Ilahi
Press / Yogyakarta
Tahun
Terbit (cetakan) : 2003
(cetakan ketiga)
Halaman : 202 (isi)
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kebudayaan merupakan bagian yang terpenting dalam suatu masyarakat,
karena budaya lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Demikian halnya
dengan seni; seni dapat menjadi bagian dari budaya.
Seni budaya
Islam merupakan ekspresi manusia mengenai keindahan tentang alam, hidup dan
manusia itu sendiri yang mewujudkan kesempurnaan antara kebenaran dan keindahan
dengan tidak menyimpang dari koridor al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman agama
Islam. Jelas bahwa antara agama dengan seni-budaya memiliki keterkaitan yang
erat. Agama dapat dijadikan sebagai pembimbing yang mengarahkan seni-budaya
kearah positif. Agama menjadi filter dari seni-budaya sehingga seni-budaya
tidak menyimpang dari norma-norma agama atau norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Begitu juga sebaliknya budaya dapat membantu dalam menyebarkan
agama kepada suatu masyarakat melalui media budaya masyarakat itu sendiri.
Dalam buku “Paradigma Kebudayaan Islam” ini akan membahas secara
detail tentang kebudayaan Islam saat ini maupun kebudayaan Islam pada masa
lalu. Dengan pendekatan studi kritis dan refleksi historis, penulis buku
mengupas tuntas masalah-masalah yang ada kaitannya dengan kebudayaan yang lalu
maupun yang terkini.
Buku ini merupakan kumpulan karangan dan makalah lepas, sehingga
antara bahasan yang satu dengan yang lain tidak berkesinambungan secara utuh,
namun menurut penulis buku, masih ada satu benang merah yang secara keseluruhan
isinya membicarakan moralitas, modernitas, agama dan kebudayaan. Untuk
pembahasan mengenai seni juga sedikit disisipkan dalam content-nya.
Lebih jelasnya pada bab pembahasan akan dipaparkan secara detail.
B.
Urgensi
Buku
Buku ini sangat penting untuk dibaca dan dikaji karena menyuguhkan
realitas kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan menggunakan batasan
agama dalam memahami kebudayaan, tentunya akan melahirkan budaya yang
diharapkan berjalan kearah tujuan yang positif.
Bagaimana dengan pelestarian dan pengembangan kebudayaan dan seni
yang sesuai dengan norma ajaran Islam? Kontekstualisasi dari pengembangan
kebudayaan dan seni dalam Islam dapat diaplikasikan dalam pengamalan Islam itu
sendiri maupun dalam aktivitas kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang
Pendidikan Agama Islam (resensator).
Sebagai sarana menambah dan mengembangkan wawasan tentang
kebudayaan dan seni, buku ini memberikan contoh-contoh kasus yang pernah
dialami oleh masyarakat dalam memahami kebudayaan dan seni. Beragam pandangan
masyarakat tentang kebudayaan dan seni muncul karena pengaruh internal maupun
eksternal dari masyarakat itu sendiri.
II.
PEMBAHASAN
A.
Isi
Buku
Buku ini membahas tentang kebudayaan Islam yang terdapat rincian
dari masing-masing sub bahasan dalam beberapa bagian pembahasan yang saling berkaitan,
yaitu sebagai berikut:
Bagian pertama yakni berjudul “Agama dan Kebudayaan”.
Pembahasan ini berisi pandangan Islam tentang agama dan kebudayaan,
kedudukannya masing-masing serta hubungan antara keduanya.
Pada dasarnya kebudayaan merupakan segala sesuatu yang diciptakan
oleh budi manusia. Karena segala sesuatu dapat dimungkinkan untuk diciptakan
manusia maka kebudayaan yang merupakan hasil cipta manusia tersebut mempunyai
sifat, corak dan ragam yang kompleks. Secara umum kebudayaan terbagi dalam kebudayaan
material (dapat dilihat dan diraba) dan immaterial (tidak bisa dilihat dan
diraba). Hampir setiap kegiatan, kerja dan karya manusia identik dengan
kebudayaan. Immanuel Kant mengatakan bahwa ciri khas kebudayaan merupakan
semacam sekolah dimana didalamnya manusia mengajar dirinya sendiri sehingga ia
belajar.
Agama merupakan bagian dari kebudayaan. Hal ini dikemukakan oleh beberapa
ahli, salah satunya Koentjaraningrat. Pendapatnya mengenai hal tersebut didasarkan
kepada konsep Durkheim. Tiap-tiap religi atau agama merupakan suatu sistem yang
terdiri dari empat komponen yaitu:
1.
Emosi
keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius.
2.
Sistem
kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang
sifat-sifat Tuhan serta wujud dari alam gaib.
3.
Sistem
upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan,
dewa-dewa atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib.
4.
Kelompok-kelompok
religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan dan
yang melakukan sistem upacara religius.
Agama bukan-wahyu merupakan bagian dari kebudayaan. Agama di dunia
dikelompokkan dalam dua jenis agama yakni agama alamiyah (natural religion)
yang diciptakan oleh manusia sehingga disebut sebagai agama bukan-wahyu dan agama
samawiyah (revealed religion) yang berasal dari wahyu Allah yang diturunkan kepada
para Nabi dan Rasul-Nya. Agama bukan-wahyu merupakan bagian dari kebudayaan
karena merupakan ciptaan manusia itu sendiri dengan memiliki ciri sebagai
berikut:
1.
Tidak
disampaikan oleh Nabi dan Rasul Tuhan dan tidak bisa dipastikan kapan lahirnya.
2.
Tidak
memiliki kitab suci yang diwariskan oleh Nabi atau Rasul Tuhan.
3.
Sistem
merasa dan berpikir inhern dengan sistem merasa dan berpikir tiap segi
kehidupan/facet kebudayaan masyarakat.
4.
Berubah
dengan perubahan mentalitas masyarakat.
5.
Kebenaran
prinsip-prinsip ajaran agama tidak tahan terhadap kritik, akal; mengenai alam
nyata dibuktikan ilmu kekeliruannya; mengenai alam gaib tak termakan oleh akal.
6.
Konsep
ketuhanannya bukan serba esa Tuhan.
Salah satu ahli atau sarjana yaitu Saifuddin Anshari yang dikuatkan
oleh penulis buku, berpendapat bahwa agama Islam sebagai agama samawi ini bukan
merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan
Islam bukan merupakan bagian dari agama Islam. Walaupun keduanya berdiri
sendiri namun tetap memiliki keterkaitan yang erat diantara keduanya.
Keterkaitan tersebut diwujudkan dengan adanya agama Islam dapat menjadi
pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya,
sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Menurut Gazalba dalam bukunya “Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu”,
agam Islam dan kebudayaannya itu setingkat dan masing-masing merupakan bagian
dari Islam. Pendapat Gazalba tersebut mendapat sanggahan dari ahli lain.
Seperti yang dikutip penulis buku, pendapat yang menyanggah pendapat Gazalba
adalah pendapat dari Endang Saifuddin Anshari yang menyatakan bahwa agama dan din
(serta religie dan religion) walaupun masing-masing mempunyai arti etimologis
sendiri-sendiri, namun dalam arti teknis-terminologis ketiga istilah tersebut
mempunyai inti atau makna yang sama. Selain itu din Islam (logikanya: din
tidak sama dengan agama, din lebih luas dari agama), sehingga menurutnya
pendapat Gazalba tidak benar.
Bagian kedua yakni pembahasan dengan judul “Islam,
Pendidikan dan Kebudayaan”. Seorang dramawan, penyair dan budayawan, W.S.
Rendra, mencoba mengungkap keadaan umat Islam saat ini. Ada tiga poin penting
yang disampaikan.
1.
Umat
Islam tidak hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat. Contohnya,
umat Islam kurang mengfungsikan kebesaran dirinya di bidang sosial dan
pendidikan. Keadaan sekolah-selokah dan rumah-rumah sakit kalah banding dengan
kebesaran jumlah umat Islam. Pengelola dan sistem manajemennya pun masih
berkurang.
2.
Umat
Islam seakan-akan bukan sahabat kemanusiaan lagi., maksudnya umat Islam telah
mengalami kemunduran dalam bidang seni-budaya dan science.
3.
Umat
Islam cenderung menjadi masyarakat tertutup , karena tidak dapat menerima
secara terbuka kritik dan saran orang lain (mudah tersinggung).
Realitas lain membuktikan bahwa karya-karya budaya strstegis dan
monumental yng kongkret belum banyak lahir dari tangan-tangan umat Islam karena pemikiran dan energi mereka terkuras
dengan adanya konflik dan pertikaian mengenai masalah-masalah sepele yang tidak
prinsipil.
Apresiasi masyarakat terhadap budaya Islam sangat minim, karena
pengaruh gaya hedonisme kebarat-baratan. Sehingga mereka kehilangan sebagian
bahkan seluruh identitas dan kepribadiannya sebagai muslim. Dengan demikian
perlu adanya pelurusan pemikiran dengan melibatkan pendidikan Islam dari anak
usia dini sampai orang dewasa agar kebudayaan dapat dilestarikan dan
dikembangkan secara harmonis.
Kesalahan atas anggapan umat Islam pada umumnya adalah, beragama
Islam hanya sebatas pada ibadat ataupun peribadatan, tidak ada keseimbangan
secara antara aspek normatif dengan historisnya. Pelurusan dari pandangan dan
penafsiran anggapan tersebut dapat dengan diberikan pengertian bahwa Islam
mencakup seluruh segi kehidupan dunia maupun akhirat. Antara pengamalan ibadah
dan sikap apresiatif terhadap kebudayaan harus diseimbangkan.
Bagian ketiga yakni pembahasan dengan judul “Keberimanan dan
Kebersenimanan”. Antara agama dengan seni terkadang masih dilema dengan
perbedaan dari keduanya. Agama yang menjadi penguat adalah doktrin yang
terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits, hal tersebut sangat berbeda dengan seni
yang cenderung menjunjung tinggi kebebasan seseorang untuk berekspresi dan
berbuat. Akan dapat berjalan beriringan, dan saling terkait apabila ada
keseimbangan dan saling mendukung.
Kemajuan science dan teknologi memberikan pelayanan yang
lebih modern daripada seni yang terlihat masih tradisional dan kuno karena pada
dasarnya hanya sebatas mempertahankan warisan budaya dan seni dari leluhur.
Agar seni tidak tersingkirkan dari kemajuan science dan teknologi para
seniman mencetus seni kontemporer, yang kreatif dan inovatif. Misal, lahirnya
group Qosyidah modern, Gamelan Kyai Kanjeng, group Nasyid seperti Bimbo yang
menyanyikan puisi-puisi karya Taufiq Ismail, sehingga memberikan kreasi baru
yang menyegarkan spiritualitas dan pertumbuhan seni-budaya.
Permasalahan yang juga ada kaitannya dalam dunia seni-budaya
misalnya mengenai seniman, imajinasi dan Tuhan. Imajinasi penyair memberikan
nyawa bagi suatu karya yang dapat dinilai dan dinikmati oleh publik. Namun hal
itu tidak serta merta memberikan kebebasan yang berlebihan, ada batas-batas
tertentu dari agama dalam hal mengekspresikan suatu karya. Ada anggapan terlalu
berlebihan mengagungkan karya dapat membawa pada syirik dan kufr. Demikian
tersebut perlu dipahami dengan seksama. Sebaliknya para penyair yang terlalu
bersemangat dengan mengagung-agungkan Tuhan sebenarnya baik, namun perlu
dipahami juga bahwa jangan sampai menyamakan Tuhan dengan benda-benda atau
ciptaan Tuhan lainnya.
Bagian keempat membahas “Islam, Moralitas dan Modernitas”.
Masalah yang timbul dari pembahasan bagian keempat ini terkait dengan perilaku
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yakni tentang mode, pergaulan, permissive
society (masyarakat serba boleh), dan modernitas. Kebudayaan tersebut
mempengaruhi kondisi sosial yang ada di masyarakat saat ini. Kegandrungan pada
mode pakaian (fashion), kontes kecantikan dan “demam meniru” membuat masyarakat
memiliki sifat konsumtif dan mengejar materi. Islam tidak menolak adanya mode,
akan tetapi alangkah baiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan tidak berlebihan.
Bagian kelima yakni pembahasan dengan judul sama seperti
bagian keempat yaitu “Islam, Moralitas dan Modernitas”, akan tetapi sub
pembahasannya berbeda, yaitu: Kebudayaan Islam di Andalusia dalam Lintas
Sejarah, Sumbangan Islam kepada Kebudayaan Barat, Islam dan Situasi Global
Dewasa ini, Masa Depan Kebudayaan Islam.
B.
Kelebihan
dan Kekurangan
Kelebihan yang ada dalam buku “Paradigma Kebudayaan Islam” antara
lain:
1. Dari
segi ejaan, sebuah karya ilmiah termasuk buku yang dijadikan sebagai referensi
perkuliahan haruslah menggunakan ejaan yang baku. Dalam bahasa Indonesia
mengenal istilah ejaan yang disempurnakan (EYD). Sebagai civitas akademik
analisis-analisis yang demikian perlu kita ketahui mengingat sangat
signifikannya hubungan kita dengan dunia tulis-menulis.
Secara umum penulisan buku yang meliputi kumpulan karangan dan makalah lepas
ini sudah baik, sesuai dengan ejaan pada zamannya (saat ini).
2.
Walaupun
pembahasannya diambil dari sumber makalah-makalah ataupun karangan yang lain
tetap memiliki kesinambungan, yaitu sama-sama membahas mengenai moralitas,
modernitas agama dan kebudayaan.
....
pesantren tidak anti perubahan sosial, tidak anti pembaruan dan tidak anti
modernisasi. Keaslian dan kesejatian tradisi pesantren tetap dapat
dipertahankan, sementara unsur-unsur modernisasi dapat pula diserap oleh
pesantren. Dalam kaitan ini, kita misalnya telah melihat banyak pesantren yang
menyelenggarakan sistem pendidikan klasikal modern dari sekolah taman
kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi, tanpa menghilangkan atau mencabut
akar-akar tradisi pesantren itu sendiri. Pondok Pesantren Tebu Ireng, misalnya,
telah memiliki Universitas Hasyim Asy’ari, yang menandakan bahwa pesantren
telah mengkombinasikan antara tradisi dan modernisasi dalam sistem pendidikan
pesantren. (Pembahasan mengenai “Pesantren dan Tantangan Era Globalisasi”,
halaman 111)
3.
Penjelasan
tiap sub bahasan disertai dengan contoh yang ada dalam relialitas kehidupan
masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui secara detail perkembangan maupun
kemunduran kebudayaan dan seni yang sudah menjadi ciri khas dari suatu
masyarakat tertentu.
Contoh
pada pembahasan: Pada masyarakat agraris, pengaruh mode itu dapat dikatakan
masih kurang kentara. Barangkali karena adat-istiadat masyarakat kampung atau
desa setempat tidak atu belum mau menerimanya. Atau mungkin kalaupun ada, maka
seorang gadis kampung yang memakai pakaian dengan mode baru (rok mini
misalnya), ia akan menjadi tontonan gratis para remaja putra dikampungnya,
dianggap berlaku yang bukan-bukan atau aneh oleh masyarakat. Mungkin pula ia
akan menjadi bahan pergunjingan, bahkan dicela masyarakat karena melanggar
kebiasaan. (Pembahasan mengenai “Menembus Pinggiran Desa”, halaman 159-160)
Kekurangan buku ini menurut resensator hampir tidak ada; baik dari
segi penulisan ataupun bahasan dari content yang dipaparkan.
Karena pada dasarnya buku ini membahas tentang kebudayaan, maka term
seni tidak dijelaskan atau dipaparkan secara detail. Namun seni sendiri
merupakan bagian dari kebudayaan. Pembahasan mengenai seni kemungkinan secara
kuantitatif hanya sepertiga dari pembahasan secara keseluruhan, yang ada pada
bagian ketiga dalam judul “Keberimanan dan Kebersenimanan”. (halaman 129-151)
C.
Manfaat
Manfaat dari membaca buku ini antara lain dapat menambah wawasan
pengetahuan tentang kebudayaan dan seni yang ada dalam realitas masyarakat yang
dihadapkan pada masalah globalisasi.
Selain itu buku ini dapat dijadikan sebagai rujukan mata kuliah
Pengembangan Budaya dan Seni dalam PAI, sehingga mamhasiswa dapat menerapkan
budaya dan seni dengan Pendidikan Agama Islam.
III.
PENUTUP
Kebudayaan dan seni merupakan dua hal yang tidak tepisahkan dari
realitas kehidupan manusia. Namun apabila dihadapkan pada kondisi yang berbeda
dari sebelumnya akan terdapat dua kemungkinan, yakni kebudayaan akan mengalami
perkembangan atau kemunduran.
Dengan penambahan wawasan dari buku ini diharapkan memberikan
manfaat kepada pembaca untuk bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi
keberadaan kebudayaan yang sudah melekat dan menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
ada sedikit yang mengganjal dalam hati saya mengenai problema di tanah air yang tercinta ini, dimana dalam budaya yang kemudian dibatasi oleh agama. baru-baru ini Indonesia di gencarkan dengan adanya KOnser Ledy Gaga, dengan adanya LG(sapaan Lady Gaga) masyarakat indonesia diguncangan dengan munculnya pro dan kontra, dari pihak pro dikatakan itu (budaya ledy LG) sebagai seni dalam bermusik, sedangkan di pihak kontra terutama pemuka agama, apa yang di lakukan LG itu berlainan dengan budaya Indonesia. kira-kira menurut pengamat penulis mengenai penomena diatas, bagaimana solusi yang tepat dari kedua pihak diatas untuk menyelesaikan hal tersebut tanpa adanya pihak yang dirugikan.?. kemudian apa yang seharusnya dilakukan umat Islam dalam menanggapinya? karena menurut saya jangangkan adanya LG, tanpa adanya LG pun moral di bangsa ini seakan2 sudah hancur dengan terus ditemukan adanya oknum2 yang melukan tindakan KKN, banyak juga para pemuda/pemudi dan masyarakat Indonesia pada umumnya tanpa kedatangan LG pun moral keimanan sudah hancur dengan makanya ditemukan PSK, hamil diluar nikah, HIV-AIDS. terimakasih
BalasHapusby:Risman Munawar (09410175)
menurut saya bang risman, yang mereka kecam itu bukan soal musiknya kan tetapi yang mereka kecam itu adalah cara mereka berpakaian yang sangat bertentangan dengan seni. bangsa kita memang sudah hancur akan tetapi jang dihancurkan sekalian, ibarat kata bangsa kita ini sudah tetusuk pedang jadi jangan malah didorong kedalam pedang itu nanti sulit dicabut. itu menurut saya bang Risman
BalasHapusMaaf bisa minta tolong di kirimkan resume /resensi buku tradisi pesanterend : Zamakhsyari Dhofier penting
BalasHapus