Minggu, 15 April 2012

RESENSI “PARADIGMA KEBUDAYAAN ISLAM” Oleh: Mustafidatus Showinah (09410116)


RESENSI “PARADIGMA KEBUDAYAAN ISLAM”
Oleh: Mustafidatus Showinah (09410116)

Identitas Buku
Judul Buku                              : Paradigma Kebudayaan Islam
Penulis                                     : Dr. Faisal Ismail, MA.
Penerbit / Kota Terbit              : Titian Ilahi Press / Yogyakarta
Tahun Terbit (cetakan)            : 2003 (cetakan ketiga)
Halaman                                  : 202 (isi)            

I.         PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kebudayaan merupakan bagian yang terpenting dalam suatu masyarakat, karena budaya lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Demikian halnya dengan seni; seni dapat menjadi bagian dari budaya.
Seni budaya Islam merupakan ekspresi manusia mengenai keindahan tentang alam, hidup dan manusia itu sendiri yang mewujudkan kesempurnaan antara kebenaran dan keindahan dengan tidak menyimpang dari koridor al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman agama Islam. Jelas bahwa antara agama dengan seni-budaya memiliki keterkaitan yang erat. Agama dapat dijadikan sebagai pembimbing yang mengarahkan seni-budaya kearah positif. Agama menjadi filter dari seni-budaya sehingga seni-budaya tidak menyimpang dari norma-norma agama atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Begitu juga sebaliknya budaya dapat membantu dalam menyebarkan agama kepada suatu masyarakat melalui media budaya masyarakat itu  sendiri.
Dalam buku “Paradigma Kebudayaan Islam” ini akan membahas secara detail tentang kebudayaan Islam saat ini maupun kebudayaan Islam pada masa lalu. Dengan pendekatan studi kritis dan refleksi historis, penulis buku mengupas tuntas masalah-masalah yang ada kaitannya dengan kebudayaan yang lalu maupun yang terkini.
Buku ini merupakan kumpulan karangan dan makalah lepas, sehingga antara bahasan yang satu dengan yang lain tidak berkesinambungan secara utuh, namun menurut penulis buku, masih ada satu benang merah yang secara keseluruhan isinya membicarakan moralitas, modernitas, agama dan kebudayaan. Untuk pembahasan mengenai seni juga sedikit disisipkan dalam content-nya. Lebih jelasnya pada bab pembahasan akan dipaparkan secara detail.
B.  Urgensi Buku
Buku ini sangat penting untuk dibaca dan dikaji karena menyuguhkan realitas kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan menggunakan batasan agama dalam memahami kebudayaan, tentunya akan melahirkan budaya yang diharapkan berjalan kearah tujuan yang positif.
Bagaimana dengan pelestarian dan pengembangan kebudayaan dan seni yang sesuai dengan norma ajaran Islam? Kontekstualisasi dari pengembangan kebudayaan dan seni dalam Islam dapat diaplikasikan dalam pengamalan Islam itu sendiri maupun dalam aktivitas kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang Pendidikan Agama Islam (resensator).  
Sebagai sarana menambah dan mengembangkan wawasan tentang kebudayaan dan seni, buku ini memberikan contoh-contoh kasus yang pernah dialami oleh masyarakat dalam memahami kebudayaan dan seni. Beragam pandangan masyarakat tentang kebudayaan dan seni muncul karena pengaruh internal maupun eksternal dari masyarakat itu sendiri.

II.      PEMBAHASAN
A.  Isi Buku
Buku ini membahas tentang kebudayaan Islam yang terdapat rincian dari masing-masing sub bahasan dalam beberapa bagian pembahasan yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:
Bagian pertama yakni berjudul “Agama dan Kebudayaan”. Pembahasan ini berisi pandangan Islam tentang agama dan kebudayaan, kedudukannya masing-masing serta hubungan antara keduanya.
Pada dasarnya kebudayaan merupakan segala sesuatu yang diciptakan oleh budi manusia. Karena segala sesuatu dapat dimungkinkan untuk diciptakan manusia maka kebudayaan yang merupakan hasil cipta manusia tersebut mempunyai sifat, corak dan ragam yang kompleks. Secara umum kebudayaan terbagi dalam kebudayaan material (dapat dilihat dan diraba) dan immaterial (tidak bisa dilihat dan diraba). Hampir setiap kegiatan, kerja dan karya manusia identik dengan kebudayaan. Immanuel Kant mengatakan bahwa ciri khas kebudayaan merupakan semacam sekolah dimana didalamnya manusia mengajar dirinya sendiri sehingga ia belajar.
Agama merupakan bagian dari kebudayaan. Hal ini dikemukakan oleh beberapa ahli, salah satunya Koentjaraningrat. Pendapatnya mengenai hal tersebut didasarkan kepada konsep Durkheim. Tiap-tiap religi atau agama merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat komponen yaitu:
1.    Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius.
2.    Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan serta wujud dari alam gaib.
3.    Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib.
4.    Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan dan yang melakukan sistem upacara religius.
Agama bukan-wahyu merupakan bagian dari kebudayaan. Agama di dunia dikelompokkan dalam dua jenis agama yakni agama alamiyah (natural religion) yang diciptakan oleh manusia sehingga disebut sebagai agama bukan-wahyu dan agama samawiyah (revealed religion) yang berasal dari wahyu Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Agama bukan-wahyu merupakan bagian dari kebudayaan karena merupakan ciptaan manusia itu sendiri dengan memiliki ciri sebagai berikut:
1.    Tidak disampaikan oleh Nabi dan Rasul Tuhan dan tidak bisa dipastikan kapan lahirnya.
2.    Tidak memiliki kitab suci yang diwariskan oleh Nabi atau Rasul Tuhan.
3.    Sistem merasa dan berpikir inhern dengan sistem merasa dan berpikir tiap segi kehidupan/facet kebudayaan masyarakat.
4.    Berubah dengan perubahan mentalitas masyarakat.
5.    Kebenaran prinsip-prinsip ajaran agama tidak tahan terhadap kritik, akal; mengenai alam nyata dibuktikan ilmu kekeliruannya; mengenai alam gaib tak termakan oleh akal.
6.    Konsep ketuhanannya bukan serba esa Tuhan.
Salah satu ahli atau sarjana yaitu Saifuddin Anshari yang dikuatkan oleh penulis buku, berpendapat bahwa agama Islam sebagai agama samawi ini bukan merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari agama Islam. Walaupun keduanya berdiri sendiri namun tetap memiliki keterkaitan yang erat diantara keduanya. Keterkaitan tersebut diwujudkan dengan adanya agama Islam dapat menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Menurut Gazalba dalam bukunya “Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu”, agam Islam dan kebudayaannya itu setingkat dan masing-masing merupakan bagian dari Islam. Pendapat Gazalba tersebut mendapat sanggahan dari ahli lain. Seperti yang dikutip penulis buku, pendapat yang menyanggah pendapat Gazalba adalah pendapat dari Endang Saifuddin Anshari yang menyatakan bahwa agama dan din (serta religie dan religion) walaupun masing-masing mempunyai arti etimologis sendiri-sendiri, namun dalam arti teknis-terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai inti atau makna yang sama. Selain itu din Islam (logikanya: din tidak sama dengan agama, din lebih luas dari agama), sehingga menurutnya pendapat Gazalba tidak benar.
Bagian kedua yakni pembahasan dengan judul “Islam, Pendidikan dan Kebudayaan”. Seorang dramawan, penyair dan budayawan, W.S. Rendra, mencoba mengungkap keadaan umat Islam saat ini. Ada tiga poin penting yang disampaikan.
1.    Umat Islam tidak hadir secara fungsional dalam tata kehidupan masyarakat. Contohnya, umat Islam kurang mengfungsikan kebesaran dirinya di bidang sosial dan pendidikan. Keadaan sekolah-selokah dan rumah-rumah sakit kalah banding dengan kebesaran jumlah umat Islam. Pengelola dan sistem manajemennya pun masih berkurang.
2.    Umat Islam seakan-akan bukan sahabat kemanusiaan lagi., maksudnya umat Islam telah mengalami kemunduran dalam bidang seni-budaya dan science.
3.    Umat Islam cenderung menjadi masyarakat tertutup , karena tidak dapat menerima secara terbuka kritik dan saran orang lain (mudah tersinggung).
Realitas lain membuktikan bahwa karya-karya budaya strstegis dan monumental yng kongkret belum banyak lahir dari tangan-tangan umat Islam  karena pemikiran dan energi mereka terkuras dengan adanya konflik dan pertikaian mengenai masalah-masalah sepele yang tidak prinsipil.
Apresiasi masyarakat terhadap budaya Islam sangat minim, karena pengaruh gaya hedonisme kebarat-baratan. Sehingga mereka kehilangan sebagian bahkan seluruh identitas dan kepribadiannya sebagai muslim. Dengan demikian perlu adanya pelurusan pemikiran dengan melibatkan pendidikan Islam dari anak usia dini sampai orang dewasa agar kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan secara harmonis.
Kesalahan atas anggapan umat Islam pada umumnya adalah, beragama Islam hanya sebatas pada ibadat ataupun peribadatan, tidak ada keseimbangan secara antara aspek normatif dengan historisnya. Pelurusan dari pandangan dan penafsiran anggapan tersebut dapat dengan diberikan pengertian bahwa Islam mencakup seluruh segi kehidupan dunia maupun akhirat. Antara pengamalan ibadah dan sikap apresiatif terhadap kebudayaan harus diseimbangkan.
Bagian ketiga yakni pembahasan dengan judul “Keberimanan dan Kebersenimanan”. Antara agama dengan seni terkadang masih dilema dengan perbedaan dari keduanya. Agama yang menjadi penguat adalah doktrin yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits, hal tersebut sangat berbeda dengan seni yang cenderung menjunjung tinggi kebebasan seseorang untuk berekspresi dan berbuat. Akan dapat berjalan beriringan, dan saling terkait apabila ada keseimbangan dan saling mendukung.
Kemajuan science dan teknologi memberikan pelayanan yang lebih modern daripada seni yang terlihat masih tradisional dan kuno karena pada dasarnya hanya sebatas mempertahankan warisan budaya dan seni dari leluhur. Agar seni tidak tersingkirkan dari kemajuan science dan teknologi para seniman mencetus seni kontemporer, yang kreatif dan inovatif. Misal, lahirnya group Qosyidah modern, Gamelan Kyai Kanjeng, group Nasyid seperti Bimbo yang menyanyikan puisi-puisi karya Taufiq Ismail, sehingga memberikan kreasi baru yang menyegarkan spiritualitas dan pertumbuhan seni-budaya.
Permasalahan yang juga ada kaitannya dalam dunia seni-budaya misalnya mengenai seniman, imajinasi dan Tuhan. Imajinasi penyair memberikan nyawa bagi suatu karya yang dapat dinilai dan dinikmati oleh publik. Namun hal itu tidak serta merta memberikan kebebasan yang berlebihan, ada batas-batas tertentu dari agama dalam hal mengekspresikan suatu karya. Ada anggapan terlalu berlebihan mengagungkan karya dapat membawa pada syirik dan kufr. Demikian tersebut perlu dipahami dengan seksama. Sebaliknya para penyair yang terlalu bersemangat dengan mengagung-agungkan Tuhan sebenarnya baik, namun perlu dipahami juga bahwa jangan sampai menyamakan Tuhan dengan benda-benda atau ciptaan Tuhan lainnya.   
Bagian keempat membahas “Islam, Moralitas dan Modernitas”. Masalah yang timbul dari pembahasan bagian keempat ini terkait dengan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yakni tentang mode, pergaulan, permissive society (masyarakat serba boleh), dan modernitas. Kebudayaan tersebut mempengaruhi kondisi sosial yang ada di masyarakat saat ini. Kegandrungan pada mode pakaian (fashion), kontes kecantikan dan “demam meniru” membuat masyarakat memiliki sifat konsumtif dan mengejar materi. Islam tidak menolak adanya mode, akan tetapi alangkah baiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan tidak berlebihan.
Bagian kelima yakni pembahasan dengan judul sama seperti bagian keempat yaitu “Islam, Moralitas dan Modernitas”, akan tetapi sub pembahasannya berbeda, yaitu: Kebudayaan Islam di Andalusia dalam Lintas Sejarah, Sumbangan Islam kepada Kebudayaan Barat, Islam dan Situasi Global Dewasa ini, Masa Depan Kebudayaan Islam.  
B.  Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan yang ada dalam buku “Paradigma Kebudayaan Islam” antara lain:
1.    Dari segi ejaan, sebuah karya ilmiah termasuk buku yang dijadikan sebagai referensi perkuliahan haruslah menggunakan ejaan yang baku. Dalam bahasa Indonesia mengenal istilah ejaan yang disempurnakan (EYD). Sebagai civitas akademik analisis-analisis yang demikian perlu kita ketahui mengingat sangat signifikannya hubungan kita dengan dunia tulis-menulis. Secara umum penulisan buku yang meliputi kumpulan karangan dan makalah lepas ini sudah baik, sesuai dengan ejaan pada zamannya (saat ini).
2.    Walaupun pembahasannya diambil dari sumber makalah-makalah ataupun karangan yang lain tetap memiliki kesinambungan, yaitu sama-sama membahas mengenai moralitas, modernitas agama dan kebudayaan.
.... pesantren tidak anti perubahan sosial, tidak anti pembaruan dan tidak anti modernisasi. Keaslian dan kesejatian tradisi pesantren tetap dapat dipertahankan, sementara unsur-unsur modernisasi dapat pula diserap oleh pesantren. Dalam kaitan ini, kita misalnya telah melihat banyak pesantren yang menyelenggarakan sistem pendidikan klasikal modern dari sekolah taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi, tanpa menghilangkan atau mencabut akar-akar tradisi pesantren itu sendiri. Pondok Pesantren Tebu Ireng, misalnya, telah memiliki Universitas Hasyim Asy’ari, yang menandakan bahwa pesantren telah mengkombinasikan antara tradisi dan modernisasi dalam sistem pendidikan pesantren. (Pembahasan mengenai “Pesantren dan Tantangan Era Globalisasi”, halaman 111)
3.    Penjelasan tiap sub bahasan disertai dengan contoh yang ada dalam relialitas kehidupan masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui secara detail perkembangan maupun kemunduran kebudayaan dan seni yang sudah menjadi ciri khas dari suatu masyarakat tertentu.
Contoh pada pembahasan: Pada masyarakat agraris, pengaruh mode itu dapat dikatakan masih kurang kentara. Barangkali karena adat-istiadat masyarakat kampung atau desa setempat tidak atu belum mau menerimanya. Atau mungkin kalaupun ada, maka seorang gadis kampung yang memakai pakaian dengan mode baru (rok mini misalnya), ia akan menjadi tontonan gratis para remaja putra dikampungnya, dianggap berlaku yang bukan-bukan atau aneh oleh masyarakat. Mungkin pula ia akan menjadi bahan pergunjingan, bahkan dicela masyarakat karena melanggar kebiasaan. (Pembahasan mengenai “Menembus Pinggiran Desa”, halaman 159-160)
Kekurangan buku ini menurut resensator hampir tidak ada; baik dari segi penulisan ataupun bahasan dari content yang dipaparkan.
Karena pada dasarnya buku ini membahas tentang kebudayaan, maka term seni tidak dijelaskan atau dipaparkan secara detail. Namun seni sendiri merupakan bagian dari kebudayaan. Pembahasan mengenai seni kemungkinan secara kuantitatif hanya sepertiga dari pembahasan secara keseluruhan, yang ada pada bagian ketiga dalam judul “Keberimanan dan Kebersenimanan”. (halaman 129-151)
C.  Manfaat
Manfaat dari membaca buku ini antara lain dapat menambah wawasan pengetahuan tentang kebudayaan dan seni yang ada dalam realitas masyarakat yang dihadapkan pada masalah globalisasi.
Selain itu buku ini dapat dijadikan sebagai rujukan mata kuliah Pengembangan Budaya dan Seni dalam PAI, sehingga mamhasiswa dapat menerapkan budaya dan seni dengan Pendidikan Agama Islam.

III.   PENUTUP
Kebudayaan dan seni merupakan dua hal yang tidak tepisahkan dari realitas kehidupan manusia. Namun apabila dihadapkan pada kondisi yang berbeda dari sebelumnya akan terdapat dua kemungkinan, yakni kebudayaan akan mengalami perkembangan atau kemunduran.
Dengan penambahan wawasan dari buku ini diharapkan memberikan manfaat kepada pembaca untuk bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi keberadaan kebudayaan yang sudah melekat dan menjadi ciri khas suatu masyarakat.


3 komentar:

  1. ada sedikit yang mengganjal dalam hati saya mengenai problema di tanah air yang tercinta ini, dimana dalam budaya yang kemudian dibatasi oleh agama. baru-baru ini Indonesia di gencarkan dengan adanya KOnser Ledy Gaga, dengan adanya LG(sapaan Lady Gaga) masyarakat indonesia diguncangan dengan munculnya pro dan kontra, dari pihak pro dikatakan itu (budaya ledy LG) sebagai seni dalam bermusik, sedangkan di pihak kontra terutama pemuka agama, apa yang di lakukan LG itu berlainan dengan budaya Indonesia. kira-kira menurut pengamat penulis mengenai penomena diatas, bagaimana solusi yang tepat dari kedua pihak diatas untuk menyelesaikan hal tersebut tanpa adanya pihak yang dirugikan.?. kemudian apa yang seharusnya dilakukan umat Islam dalam menanggapinya? karena menurut saya jangangkan adanya LG, tanpa adanya LG pun moral di bangsa ini seakan2 sudah hancur dengan terus ditemukan adanya oknum2 yang melukan tindakan KKN, banyak juga para pemuda/pemudi dan masyarakat Indonesia pada umumnya tanpa kedatangan LG pun moral keimanan sudah hancur dengan makanya ditemukan PSK, hamil diluar nikah, HIV-AIDS. terimakasih

    by:Risman Munawar (09410175)

    BalasHapus
  2. menurut saya bang risman, yang mereka kecam itu bukan soal musiknya kan tetapi yang mereka kecam itu adalah cara mereka berpakaian yang sangat bertentangan dengan seni. bangsa kita memang sudah hancur akan tetapi jang dihancurkan sekalian, ibarat kata bangsa kita ini sudah tetusuk pedang jadi jangan malah didorong kedalam pedang itu nanti sulit dicabut. itu menurut saya bang Risman

    BalasHapus
  3. Maaf bisa minta tolong di kirimkan resume /resensi buku tradisi pesanterend : Zamakhsyari Dhofier penting

    BalasHapus