Sabtu, 07 April 2012

Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia


Luthfiana Hanif I (09410053)

Identitas Buku
Judul buku          : Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia
Penulis                 : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.
Penerbit               : PT Remaja Rosdakarya
Tempat terbit      : Bandung
Tahun terbit        : 2002
Tebal buku          : xi + 251 halaman

Hakikat Kebudayaan
Kebudayaan sering kali dipahami dengan pengertian yang berbeda. Beberapa ahli ilmu sosial telah berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan dalam rangka memberikan pengertian yang benar tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaan tersebut. Inti dari setiap kebudayaan adalah manusia. Budaya adalah khas insani, hanya manusia yang berbudaya dan membudaya. Dalam merumuskan tentang hakikat kebudayaan tidak luput dari bahasan hakikat manusia. Pendidikan dan kebudayaan tidak dapat di pisahkan satu sama lain.
Tingkah laku manusia adalah tingkah laku simbolik. Simbol adalah bentuk universal dari kemanusiaan. Menurut pendapat Beals dan Hoyer kebudayaan diturunkan kepada generasi penerus melalui proses belajar melihat dan meniru tingkahlaku orang lain. Namun kebudayaan itu bukanlah tingkah laku. Yang dipelajari adalah cara bertindak manusia dalam lingkungan kebudayaan tertentu mengikuti pola-pola budaya.
Edward B. Taylor mendefinisikan kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Definisi Tylor juga memberikan penekanan pada faktor manusia yang memperoleh nilai-nilai dari masyarakatnya. Manusia bukan sekedar pasif memperoleh nilai-nilai serta kebiasaan tersebut tetapi dengan sikapnya yang kreatif dan reaktif. Dalam rumusan Tylor juga ditekankan betapa pentingnya peranan nilai-nilai di dalam kebudayaan. Tidak dapat menggambarkan kebudayaan tanpa nilai-nilai.
Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara mengenai konsep kebudayaan nasional yang dikenal dengan teori Trikon. Menurut beliau kebudayaan berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yaitu alam dan zaman. Perguruan Taman Siswa merupakan perwujudan dari hakikat kebudayaan menurut konsep Ki Hadjar Dewantara. Oleh sebab itu Beliau mengintrodusir kembali konsep sistem among dan paguron yang berdasarkan hidup kekeluargaan untuk menyatukan pengajaran pengetahuan dengan budi pekerti. Sistem tersebut diambil dari sejarah kebudayaan bangsa dulu bernama sistem Asrama kemudian pada zaman Islam berubah menjadi Pondok Pesantren.
Dewantara mengatakan bahwa seharusnya pendidikan akal harus di bangun setinggi-tingginya agar peserta didik dapat membangunperikehidupan lahir bati sebaik-baiknya. Pendidikan mempunyai arti atau hakikat di dalam proses pendidikan itu sendiri sebagai proses kebudayaan dan pembudayaan. Dengan demikian antara pendidikan dan kebudayaan tidak ada garis pemisah bahkan merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi di dalam proses pemanusiaan.
Koentjaraningrat merumuskan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus di biasakan dengan belajar, beserta keseluruhandari hasil budi dan karyanya itu. Rumusan Koentjaraningrat mengenai hakikat kebudayaan tersebut menunjukkan dengan jelas afinitas hakikat pendidikan di dalam kebudayaan.

Kelebihan :
Buku ini memeberikan gambaran yang representatif tentang hubungan kebudayaan, pendidikan dan masyarakat madani. Ketiganya merupakan suatu hal yang berkaitan satu sama lain. Bisa menjelaskan hubungan ketiganya secara gamblang.
Kekurangan :
Bahasa yang digunakan dalam buku ini terlalu berbelit-belit dan sulit di pahami. Walaupun begitu, buku ini cukup menarik untuk dibaca.

4 komentar:

  1. among dan paguron itu apa mb?
    jelasin dong.... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam buku itu kalo mb luthfi bilang menggunakan bahasa berbelit-belit...namun setelah mb luthfi resesi menjadi lebih mudah dipahami. terima kasih

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Di lingkungan Tamansiswa sebutan guru diganti dengan sebutan pamong. Hubungan antara pamong dan siswa, harus dilandasi cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Dalam konsep ini, siswa bukan hanya objek, tetapi juga dalam kurun waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subjek. Jadi istilah pamong menurut saya itu jawanya "ngemong" indonesianya mengasuh,.

    Sistem paguron atau pawiyatan yang digagas Ki Hadjar Dewantara, mewujudkan rumah guru atau pamong sebagai tempat yang dikunjungi anak didik. Anak didik itulah yang dititipkan orang tuanya agar memperoleh pendidikan lanjutan yang terarah, terprogram, terkonsep, untuk jenjang kedewasaan yang lebih baik. Sistem paguron ini memiliki perbebedaan dengan sistem sekolah. Pada sistem paguron, guru dan anak didik berada pada lokasi yang sama dalam kehidupan sehari-hari, baik saat di sekolah maupun ketika melakukan interaksi setiap harinya, siang, pagi, malam dan berlangsung berbulan-bulan. Sedangkan pada sistem sekolah, guru dan anak didik sama-sama datang ke tempat pendidikan dalam waktu kurun tertentu, kemudian kembali ke tempat mereka masing-masing. Sehingga sistem sekolah sifatnya hanya sesaat. Efek paguron lebih baik, karena antara guru dan anak didik terjadi transformasi kehidupan yang menyentuh, integral, dan sangat efektif.

    Della# terimakasih, mohon masukannya,.

    BalasHapus