Kamis, 05 April 2012

Review Buku


REVIEW BUKU
Oleh
Ulfiah Husni Anjari (09410140)
PAI 2/B

Judul Buku      : Paradigma Islam Intepretasi untuk Aksi
Pengarang       : Dr. Kuntowijoyo
Penerbit           : Mizan, Bandung
Tahun terbit     : 1998
Tebal Buku      :400
Bagian Pertama : Transformasi Kehidupan Agama Dan Oganisasi Islam Perspektif Asia Tenggara
Salah satu dari buku keislaman yang sangat menarik teutama untuk kalangan aktivis dakwah modern yang ingin tahu pemetaan medan dakwah dan strategi apa yang seharusnya digunakan agar dakwah Islam mengenai sasaran secara optimal. Kajian teoritis yang sangat bernas dan pas dengan kondisi ke Indonesiaan serta tawaran solusi terhadap problematika keumatan yang detail, perlu dibaca ulang oleh generasi muda sekarang dan akan datang.sejarah islam kontemporer di asia tenggara dan di seluruh dunia sangat sering di gambarkan sebagai sejarah kebangkitan islam.
Untuk kaum muslim di asia tenggara, dua dekade terakhir perjalanan sejarah mereka menjadi semacam ujian terhadap keyakinan dan kekuatan iman, simbol dan pranata-pranata mereka. Di mana-mana di asia tenggara mayoritas kaum muslim banyak kehilangan peluang sosial, ekonomi , politik dan kebudayaan. Ketertinggalan ini rupanya harus di telusuri ke sejarah resistensi kaum muslim terhadappenetrasi kolonial di masa lalu. Masalah-masalah mengenai tradisi dan modernitas, urbanisme, industrialisme, keadilan dan kesamaan sosial, mendominasi pikiran para intelektual muslim. Partisipasi politik, demokrasi, dan hak asasi menjadi agenda penting kaum politisi muslim.
Salah satu persamaan dalam keyakinan umat islam di asia tenggara adalah dominanya mazhab syafi’I di bidang fiqih(hukum keagamaan) dan hal ini bukan suatu masalah yang seriuz, kecuali di indonesia yang pada permulaan abad ini, gerakan-gerakan reformis menggugat kedudukan mazhab dengan preferensi pada ijtihad baru yang di dasarkan atas pendekatan  langsung kepada Al-qur’an dan Sunah. Persamaan lain dari islam di asia tenggara adalah perselisihan internal dari apa yang di sebut tradisi kecil dan tradisi besar walaupun dengan derajat itensitas yang berbeda-beda.di indonesia ketegangan antara abangan dan santripernah begitu mendalam akibat adanya politisasi atas perbedaan-perbedaan kultural.
Pendidikan dan dakwah di anggap sebagai kegiatan utama komunitas muslim. Bahkan organisasi-organisasi muslim yang aktif dalam politik seperti Nahdatul Ulama kini kembali ke khitahnya pada 1926 sebagai organisasi sosial untuk pendidikan dan dakwah. Kemudian sistem pendidikan islam mengalami perubahan sejak permulaan abad ke-20, dengan tipa pendidikan paling awal ialah pondok pesantren. Jenis pendidikan ini merupakan adaptasi islam terhadap lembaga sejenis yang sudah ada sejak masa periode islam pada masa Hindu-Budha. Tipikal pondok pesantren terdiri atas kiyai, masjid, pondok, santri, dan juga kitao-kitap.dengam mengingat latar belakang sejarah akhir-akhir ini kita sekarang bisa mengajukan beberapa permasalahan-permasalahan penting, seperti masalah politik, menyangkut organisasi poliktik yang menyangkut agama, persoalan arus yang mendasari stabilitas politik dan kebijaksanaan pembangunan dewasa ini.
Umat islam merupakan kesatuan yang sadar di sepenjang sejarah, semangat perjuangan umat merupakan semboyan yang paling sering di ucapkan dalam komunitas muslim, dan kemudian memberikan makna subjektif terhadap setiap tindakan kolektif umat.
Bagian Ke Dua: Dari Cita-Cita Normatif Ke Gerakan Sosial, Beberapa Refleksi Empiris
            Dengan melihat sejarah kebudayaan barat, kita mungkin dapat melihat betapa pemikiran barat berkembang dari satu ekstern ke eksterm lainya. Pada zaman pertengahan alampikiran barat pada dasarnya adalah alan pikiran mitologis, berakar dari mitilogi yunani, waktu itu barat bener-benar terkungkung di dalam paham agamaan bahsanya seolah-olah Tuhan itu membelenggu manusiamenurut paham tersebut, manusia adalah saingan tuhan, dan singkatnya tuhan itu di anggap sebagai manusia. Sesungguhnya gambaran tentang manusia modern dalam filsafat barat sangat jauh berbeda dengan konsepsi islam, di dalam islam di gambarkan bahwa manusia sebagai mahluk yang merdeka, dan karena haheket kemerdekaanya itulah manusia menduduki tempat yang sangat terhormat, begitu pentingnya posisi itu dapat di lihat dalam predikat yang di berikan tuhan sebagi khalifah Allah, sebagai wakil tuhan di muka bumi. Predikat ini memberikan gambaran kepada kita bahwa seolah-olah Tuhan mempercayakan kekuasaa-Nya kepada manusia untuk mengatur dunia ini, sebuah tugas yang mahaberat yang mahluk-mahluk lain enggan memikulnya. Sedangkan dslam filsafat yunani manusia di pandang sebagai mahluk yang rendah. Manusia di gambarkan ssebagai pendosa hakiki sejak lahir, sehingga di perluka seseorang penebus dosa dan penebus dosa itu tidak lain adalah Tuhan sendiri.
            Dengan datangnya islam paham-paham yang demikian di rombak secara keseluruhan seperti yang telah di jelaskan di atas terkait tentang pengertian manusia dalam konteks keislaman. Gambaran mengenai manusia yang terdapat dalam islam yang di lukiskan dengan amat sederhana di atas sungguh berbeda dengan cita-cita yang ada di barat. Di dalam filsafat barat hampir selalu kita temukan bahwa kemajuan dapat di capai hanya kita membebaskan diri dari alam pikiran agama. Itulah sebabnya kemudian merekaa meninggalkan kitap suci. Sesungguhnya misi islam yang paling benar adalah pembebasan. Dalam konteks dunia modern ini berarti islam harus membebaskan manusia dari kungkungan aliran pikiran dan filsafat yang menganggap manusia tidak mempunyai kemerdekaan dan hidup dalam absurditas.
            Berbeda dengan pengertian agama sebagaimana yang di pahami oleh barat, islam bukanlah sistem teokrasi, yaitu sebuah kekuasaan yang di kendalikan oleh pendeta, bukan pula cara berfikir yang di dikte oleh teologi. Di dalam struktur keagamaan islam tidak di kenaldi kotomi antara domain duniawi dan domain agama. Konsep mengenai agama di dalam islam bukan semata-mata teologi, sehingga serba pikiran teologi dan bukan karakter islam. Islam merupakan sebuah humanisme, yaitu agama yang sangat mementingkan manusia sebagi tujuan sentral, inilah nilai dasar islam.
Bagiab Ke Tiga ; Klarifikasi Dan Elaborasi Ke Arah Reaktualisasi Islam  
            Pertama-tama harus kita perhatikan bahwa setiap zaman mempunyai cara berfikirnya sendiri, mempunyai sistem pengetahuan dan simbolnya sendiri. Untuk mudahnya kita membagi dua zaman yang berbeda yang di alami masyarakat dalam perkembangan teknologinya yaitu zaman paleoteknik dan neoteknik
            Pada zaman paleo teknik kita menyaksikan masyarakat menggunakan sumber-sumber tenaga manusia dan hewan untuk semua keperluan hidupnya. Dalam masyarakat dengan tingkatan teknologi semacam itu  masyarakat sangat bergantung pada sumber-sumber yang sangat terbatas, karena itu mereka cenderung mempunyai kekhawatiran dalam hubunganya dengan alam dan tantangan-tantangan lingkungan. Sedangkan pada zaman neoteknik masyarakat sudah memiliki sumber-sumber energi baru yang bukan lagi berasal dari manusia atau binatang, tapi dari energi listrik, minyak, batu bara, tenaga matahari, panas bumi, gelombang laut dan lain sebagainya. Era ketika masyarakat mulai menggunakan sumber-sumber seperti ini sejarah mengenalnya dengan masyarakat industri yaitu yang di cirikan dengan timbulnya keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi tantangan alam dan tantangan-tantangan lingkungan. Akan tetapi pada masa neoteknik ini kita menghadapi masalah dan tantangan baru, alam pikiran yang logis dan rasional yang merupakan konsekwensi dari kebudayaan neoteknik itu kadangkala membuat kita terhenyak untuk memikirkan kembali relevansi agama dalam masyarakat.
            Untuk memerankan kembali misi rasional dan empiris islam , kita memiliki beberapa program pembaharuan yang dapat di laksanakan oada saat ini. pertama, perlunya di kembangkan penafsiran sosial struktural lebih dari penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu dalam Al-qur’an, kedua mengubag cara berfikir subjektif ke cara berfikir objektif, ketiga  mengubah islam yang normatif menjadi teoritis, keempat mengubah pemahaman yang a historis menjadi historis, kelima merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empirik. Dengan demikian kita perlu mengumandangkan sikap optimis dalam menghadapi masa depen masyarakat yang rasional, dan yakin bahwa islam dapat menjadi modal cara berfikir yang rasional, oleh karena itu kita tak perlu takut pada anggapan sebagi ilmuan bahwa sekularisme akan melindas fungsi agama karena datagnya kebudayaan yang rasional.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar