Kamis, 26 April 2012

resensi 09410189



Judul               : Islam dan Pergumulan Budaya Jawa
Pengarang       : Prof. Dr. Simuh
Tahun terbit     : 2003
Penerbit           : Teraju
Kota terbit       : Jakarta

            Suatu agama yang menjauh dari rasionalitas-empirik, jelas tidak mendapat dukungan nilai progresif dan mudah ditinggalkan penganutnya. Ia mudah terjerumus kepada pemikiran serba mistik yang menimbulkan pola budaya klenik, statis, dan irasional. Sebaliknya, jika hanya nilai rasio-empirik dan progresif yang dijadikan nilai satu-satunya, seperti kebudayaan Barat dewasa ini, yang kering nilai religiuitas, maka ia akan mengantar penganutnya ke pola hidup yang hedonis-sekularistik, yang berujung pada nestapa manusia modern.
            Buku ini menganalisis interaksi antara Islam dengan budaya Jawa (kejawen) dan Barat modern. Persentuhan antara budaya Jawa dengan Islam memunculkan Islam yang bercorak sinkretik. Tetapi bila dilihat dari perspektif kebudayaan Jawa yang paling banyak dipengaruhi hinduisme, yang terjadi proses sintetik yang amat serasi. Sebagai contoh lahirnya serat wulangreh, wedhatama, centhini, serat babad demak, ambiya, dan sebagainya yang mencerminkan proses sintetik itu. Tetapi jika dilihat dari perspektif Islam yang lahir justru bentuk sinkretik yang tidak murni. Nilai agama menggejala dalam kepercayaan mistik yang kemudian mempengaruhi adat dengan berbagai tatacara dan rangkaian upacaranya yang kompleks.
            Pada intinya buku ini ingin memberikan pencerahan kepada umat muslim, bahwa hidup itu tidak statis. Begitu pula dengan perkembangan Islam yang seharusnya benar-benar mampu mengimbangi zaman. Era sekarang yang dikatakan sebagai era globalisasi, dimana terjadi perang teknologi, perang ilmu dan pengetahuan, serta perang wawasan, Islam sebagai agama sepanjang masa, harusnya berkembang secara fleksibel, yaitu mengikuti zaman.
            Seperti pernyataan penulis Prof. Dr. Simuh, bahwa ada tiga jenis cara berpikir, pertama, kebudayaan barat yang mengembangkan cara berpikir rasional sekuler. Kebudayaan rasional sekuler ini ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Pola pikir seperti ini pernah menjadi hal yang sangat berjasa dalam kejayaan islam. Kala itu filsafat kembali merasuki dunia Islam, sehingga nalar rasio kaum Islam tergugah. Saat itulah Islam mengalami kejayaan. Kebebasan nalar ini membawa kemajuan berpikir ilmiah dan teknologi, sehingga saat itu muncul banyak ilmuwan muslim. Akan tetapi, kebebasan bermain dengan rasio, agaknya menjauhkan identitas diri sebagai muslim yang ber-Tuhan-kan Alloh SWT. Kenyataan ini dapat dilihat dewasa ini, di mana terjadi kehampaan religiuitas dalam jiwa manusia. Hidup seakan bukan ber-Tuhan Alloh, namun lebih pada materi keduniaan. Kedua, kebudayaan-kebudayaan timur pada umumnya. Pada masa pra-ilmiah kebudayaan-kebudayaan timur umumnya bersendi pada pemikiran religius-mistis dan penghayatan mistik yang dominan. Pemikiran ini berlawanan dengan tuntutan budaya modern yang mengedepankan pemikiran rasional. Pola pikir seperti ini pernah dialami oleh Islam ketika masa-masa dimana hampir semua orang mengagungkan kemistisan, atau dengan kata lain, orang hampir melupakan dunia, dan mengutamakan kedekatan dengan Tuhan. Masalah ketauhidanlah yang paling penting dan utama. Akibatnya saat itu peradaban Islam sangat ketinggalan jauh dengan bangsa-bangsa lain. Salah satunya karena tidak mau menerima sesuatu yang baru dan mempertahankan kepercayaan yang secara turun-temurun diikuti. Kini pemikiran religius-mistis ini terpinggirkan oleh cara berpikir rasional. Ketiga, pemikiran yang rasional-religius, khususnya kebudayaan Islam yang asli atau Islam rasional. Tugas nalar manusia adalah memahami, menafsirkan dan mengembangkan kebudayaan Islam sesuai dengan kemajuan peradaban umat manusia dengan jalan ijtihad.
            Dalam buku ini terdapat ungkapan St. Takdir Alisjahbana bahwa budaya nasional Indonesia yang akan datang harus dibina atas dasar pemikiran yang rasional. Beliau bukan kebarat-baratan, karena dalam analisisnya beliau menemukan bahwa Islam adalah agama yang paling rasional-religius yang akan mampu mendorong pengembangan ilmu dan teknologi seperti halnya budaya barat. Ilmu pengetahuan modern memperkenalkan pendekatan ilmiah bagi umat Islam untuk menemukan ajaran Islam yang sebenarnya, bukan hanya Islam sebagai produk sejarah yang telah tercemari unsur-unsur budaya lokal. Karena itu, setiap orang bisa mengkritisi sejarah perkembangan pemahaman agamanya melalui Al-Quran dan hadis. Sudah saatnya Islam untuk meraih zaman pencerahan dalam memahami dan mengamalkan agama, yaitu zaman kebangkitan penalaran dan kembali ke wawasan Islam rasional. Zaman tradisionalisme Islam harus berlalu, menuju zaman baru yang serba transparan dan pencerahan yang mengarah kepada kejayaan Islam dan kemajuan di masa mendatang.
            Islam sebagai sebuah agama, budaya, dan peradaban dalam lintas sejarahnya telah membuktikan dirinya dapat eksis melalui adaptasi, akulturasi, termasuk sinkretasi dengan budaya dan peradaban di mana Islam datang, berkembang, dan maju pesat seperti di Indonesia. Puncaknya Islam dapat diterima dan diakui sebagai sebuah agama yang rasional, progresif, dan sesuai budaya Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

Resensi oleh    : Ahmad Hawin Ibnu Salam (09410189)
           

Jumat, 20 April 2012


RESENSI BUKU “KESENIAN MELAYU”
pengarang : Rahmah Buanag,Nor Aziin Hamison
penerbit : Akademi pengajian Melayu
tebal hal : 240 halaman

(BURHAN ALIMUSSIRRI)
09410118



Buku ini dihasilkan secara usahasama oleh dua orang pensyair jabatan kesenian melayu yaitu prof. dr. rahmah Haji Bujang dan Puan Nor Azlin Hamidon. Hakikatnya belum ada sebuah buku yang mengatakan tentang kesenian melayu dengan begitu  meluas dan mencakupi berbagai gengre dan bentuk kesenian melayu. Bagian seni rupa umpamanya, membicarakan tentang seni lukis,tekstil, dan busana, seni bina dan seni ukir memperlihatkan berbagai perkara yang menunjangi seni rupa melayu. Bagian seni yang mempertunjukkan seni tari, seni musik, dan seni lokal lainnya. Buku ini turut memberi tumpuan kepada aspek sejarah dan teori seni selain memberi keutamaan pragmatig kepada aspek seni itu sendiri. Keseluruhan buku ini dapat memberikan gambaran bukan hanya dari bentuk kesenian, bahkan menyorot perkembangan yang berlaku sejak zaman melayu tradisional hingga ke era globalisasi. Dengan harapan buku ini dapat membekali pelajar dengan asas pengetahuan berkenaan dengan seni melayu,supaya membuka minat mereka terhadap hasil seni yang mengisi kehidupan manusia dalam dunia  

ANALISIS TEMBANG LIR-ILIR


 TUGAS PENGGANTI KULIAH SENI DAN BUDAYA DALAM PAI
Kelompok 3
1.      Muh. Alim Kahfi
2.      Pamor Bayu N
3.      A. Fakhrurrozi
4.      Khaerul Fauzi
5.      Ulfiah Husni Anjari
6.      Lutfi Hermawan
7.      Misbachol Munir
8.      Ahmad hawin
9.      Latifatun nisa’
10.  Pelangi lutfiana
11.  Nurul setyono
12.  Laila sangadah
13.  Risman munawwar
LIR ILIR
Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo royo
Tak senggo temanten anyar
Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotira
Dodotiro dodotiro kumintir bedah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako surak hiyo
Makna Syair :
Lir-ilir lir-ilir : Bangunlah bangunlah
Tandure wus sumilir : Tanaman sudah bersemi
Tak ijo royo royo: Demikian menghijau
Tak senggo temanten anyar : Bagaikan pengantin baru
Bocah angon bocah angon : anak gembala, anak gembala
Penekno blimbing kuwi : panjatlah pohon belimbing itu
Lunyu-lunyu penekno : walaupun licin dan sulit tetaplah kau memanjat
Kanggo mbasuh dodotiro : untuk membasuh pakaianmu
Dodotiro dodotiro : pakaianmu, pakaianmu
Kumintir bedah ing pinggir : terkoyak-koyak di bagian samping
Dandomono jlumantono  : jahitlah, benahilah
Kanggo sebo mengko sore : untuk menghadap nanti sore
Mumpung padang rembulane : mumpung bulan bersinar terang
Mumpung jembar kalangane : mumpung banyak waktu luang
Yo surak’o  surak hiyo : bersoraklah dengan kata “ya”

Apakah makna mendalam dari tembang ini? Mari kita coba mengupas maknanya satu persatu:
Lir-ilir, lir-ilir tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai sadarlah. Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang perlu untuk dibangunkan?Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh? kesadaran ? Pikiran? terserah kita yang penting ada sesuatu yang dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara menghidupkannya ada gerak..(kita fikirkan ini)..gerak menghasilkan udara. ini adalah ajakan untuk berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada sesuatu yang dihidupkan.
tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar. Bait ini mengandung makna kalau sudah berdzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Pohon di sini artinya adalah sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi kita. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.
Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi. Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan “Pak Jendral” , “Pak Presiden” atau yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ? Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu,kenapa “Blimbing” ? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ? ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan Islam.
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro. Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.
Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir. Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.
dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore. Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari pertanggungjawaban kelak.
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane. Para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita.
Yo surako surak hiyo. Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :25)
ANALISIS
Lagu ini mengisyaratkan kepada kita sebagai seorang muslim untuk senatiasa membimbing diri kita ke jalan yang benar. Bimbingan yang benar adalah yang sesuai dengan ajaran agama, yakni “Rukun Islam”.
Dalam Q.S Al- Mudatsir ayat 1-2 ( wahai orang-orang yang berselimut, bangunlah untuk mengingat (Tuhan mu). Disebutkan secara tersirat bahwa manusia harus bangun untuk mengingat Tuhannya. Perintah “bangun” dalam lagu ini dimaknai sebagai perintah untuk membangun kesadaran umat muslim. Seorang manusia yang tertidur berarti hatinya mati. Manusia harus bangkit dari kematian hatinya untuk menyongsong kehidupan yang bahagia (surga). 
Lagu ini digunakan oleh Wali Sanga (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan Islam di pulau Jawa. Pada waktu itu kondisi Islam di Jawa masih sangat memprihatinkan. Masyarakat masih kental dengan budaya lokal “kejawen” . Dalam berdakwah, para penyebar Islam menggunakan pendekatan-pendekatan kultural yang mampu mensintesiskan seni dengan agama, mengadaptasi nilai-nilai seni tersebut  untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat.


Kamis, 19 April 2012

TUGAS PENGGANTI KULIAH KELOMPOK 1


KELOMPOK 1

1. Novanni
2. Ahmad
3. Sri Sunarti
4. Yhulis
5. Qisti
6. Della
7. Lutfi
8. Suharyanto
9. Imawati
10.Andi
11.Maisaroh
12.Fajar N.R

Analisis nilai   pada Lukisan Indonesia Pusaka  merupakan nilai yang  muncul  dalam  bingkai  budaya nusantara yang di  wujudkan dalam  lukisan  yang berjudul INDONESIA PUSAKA


Nilai- nilai yang terkandung  dalam seni lukis dalam judul Indonesia Pusaka antara lain adalah :
  1. Pluralisme budaya yang melambangkan  beda bentuk  akan tetapi satu fungs
  2.    Mengutamakan  keindahan dalam keberagaman yang ditunjukkan dalam benda-benda pusaka    yang dilukis
  3. Menggambarkan kekayaan budaya Nusantara yang memberikan identitas budaya dan nasional
  4.  Kebudayaan sekecil apapun jika dilestarikan dan dikembangkan akan menjadi kekayaan budaya yang luar biasa
  5.   Karakteristik yang harus kita jaga dalam menjaga kebudayaan

Analisis fungsi pada lukisan Indonesia pusaka
  1.         Mengenalkan ragam kebudayaan yang disimbolkan berbagai pusaka di Indonesia
  2.         Nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan komitmen di masyarakat Indonesia
  3.          Sebagai pemersatu bangsa Indonesia
  4.           Setiap kebudayaan mempunyai ciri khas yang melekat
  5.          Alat kreasi pengembangan budaya

Analisis karakteristik lukisan Indonesia Pusaka
  1. Indonesia akan terlihat kecil tanpa adanya budaya ini ditunjukan dengan gambar peta nusantara yang lebih kecil dari pusaka-pusaka
  2.  Indonesia menghargai sisi historis dalam membentuk nusantara
  3.   Nasionalis dan cinta tanah air

Dari analisis kelompok kami terkait  tentang analisisa nilai, fungsi maupun  karakteristik. Tentunya akan berdampak pada  nilai pendidikan maupun karakter suatu bangsa. 

Rabu, 18 April 2012

TUGAS PENGGANTI KULIAH KELOMPOK 2



Nama Anggota:
  1.      Sabilla Rosydi
  2.      Ridwan Sularjo
  3.      Tyas Akbar Gumilar
  4.      Muhammad Mansur
  5.      Hikmatul Aghnia
  6.      Barid Muntaha
  7.      Aldi
  8.      Diah
  9.      Fajar Nur Hidayat
  10.      Mustahfidhotus S
  11.      Burhan Ali Musiri
  12.      Maherlina
  13.      Laila Nur Wahyuni

ANALISIS PUISI GUSMUS
“Kau Ini Bagaimana Atawa Aku Harus Bagaimana”

Karya sastra puisi adalah satu dari sekian banyak karya satra yang cukup menarik untuk di pelajari. Salah satu judul puisi yang bisa dikatakan melegenda adalah puisi yang berjudul “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana” karya A. Mustofa Bisri (Gus Mus).  Lirik dari puisi tersebut adalah seperti dibawah ini:
“Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”
Kau ini bagaimana?
kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir
aku harus bagaimana?
kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
kau ini bagaimana?
kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aq plin plan
aku harus bagaimana?
aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimbung kakiku
kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
kau ini bagaimana?
kau suruh aku takwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
aku harus bagaimana?
aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
aku kau suruh berdisiplin, kau mencontohkan yang lain
kau ini bagaimana?
kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara tiap saat
kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
aku harus bagaimana?
aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
kau ini bagaimana?
kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
aku harus bagaimana?
aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap wallahu a’lam bissawab
kau ini bagaimana?
kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
aku harus bagaimana?
aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah kupilih kau bertindak sendiri semaumu
kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
kau ini bagaimana?
kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
aku harus bagaimana?
kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
kau ini bagaimana?
aku bilang terserah kau, kau tidak mau
aku bilang terserah kita, kau tak suka
aku bilang terserah aku, kau memakiku
kau ini bagaimana?
atau aku harus bagaimana?
1987
Mustofa Bisri (Gus Mus)

Kelompok kami berusaha mengenalisis isi puisi tersebut, yang meliputi:
a.    Diksi
Dalam puisi diatas, penulis benyak menggunakan diksi atau pilihan kata yang berulang ulang, sebagai contoh Kau ini bagaimana? Atau aku harus bagaimana? ” Pada kalimat tersebut sang penulis mencoba mempertanyakan dan mengulang-ulang  kalimat “kau ini bagaimana” dalam sajaknya puisi tersebut terkesan mengkritik dari semua lapisan masyarakat, tokoh masyarakat dan para pejabat.Sebagai contoh kebiasaan di masyarakat ternyata masih kurang dari semua aspek dijelaskan pada sajak  “kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya” pada sajak “aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya” penulis mencoba menggambarkan fakta di masyarakat bahwa para penegak-penegak hukum itu melanggar hukum yang harusnya di tegakkan oleh penegak hukum itu sendiri.
Sajak “ aku kau suru berdisiplin, kau mencontohkan yang lain” penulis mengkritik para tokoh atau pejabat tentang peraturan atau sebuah tata tertip tersebut harus di patuhi, namun pejabat itu sendiri tidak mencontohkan apa yang diomongkan atau yang telah di sampaikan oleh para tokoh atau pejabat itu sendiri. Dan pada sajak “kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah” pemerintah dalam sajak ini sangat jelas dikritik ketika pemerintah menggalakkan ingin menjadikan negara ini pengekspor beras, tetapi disisilain pemerintah dengan secara tidak langsung mengijinkan bangunan-bangunan gedung tinggi yang aslinya menjadi persawahan milik petani disulap menjadi gedung-gedung tinggi. Itulah sebagian contoh sajak dari A. Mustofa Bisri (Gus Mus) yang sangat menekankan untuk mengintropeksi diri supaya lebih baik untuk kemajuan bersama.
b.   Bahasa
Dalam puisi Gus Mus diatas dapat kita lihat, bahwa dalam penggunaan bahasa, Gus Mus mempertimbangkan keindahan sebuah bahasa dengan bahasa kiasan yang nampak pada puisi tersebut. Dalam bahasanya tampak menggunakan majas, seperti majas personifikasi dan metafora.
1.      Majas Personifikasi
Bila di amati puisi karya A. Mustofa bisri (Gus Mus) pada puisinya yang berjudul “bila ku titipkan” terdapat sajak “bila ku titipkan resahku pada angin pastilah angin menyeru badai” penggunaan majas personifikasi diletakkan pada sajaknya membuat hidup alam yang sesungguhnya tak bernyawa dan tak mempunyai pikiran, perasaan untuk menilai pada dasarnya kata titipkan adalah kata yang mempuyai arti memberi atau mempasrahkan sesuatu kepada seseorang tetapi kata menitipkan digabungkan menjadi maksud atau penggabungan dengan kata angin. Pada sajak ini “bila ku titipkan geramku pada laut, pastilah laut menggiring gelombang” geram adalah sebuah perasaan yang lanzimnya terdapat pada perasaan manusia yang kecewa tetapi disini penulis mencoba mengungkapkan kegeraman digabungkan dengan gelombang (alam). Dan sajak “bila ku titipkan dendamku pada gunung, pastilah gunung meluapkan api”  inilah pemakaian personifikasi terdapat kata dendam dengan api penulis menjadikan kata yang berbeda tetapi mempunyai maksud satu tujuan.
2.      Majas Metafora
A. Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam karya puisinya yang berjudul “bila kutitipkan” sang penulis mengambarkan kekecewaan terberatnya. Menggambarkan kedukaannya begitu berat sampai dihubungkan dengan bencana alam yang ada disekitarnya,   “pastilah langit memanggil mendung” “pastilah angin menyeru badai” pastilah lsaut menggirimg gelombang” “pastilah gunung meluapkan api”. Penulis menggambarkan begitu berat cobaan yang menimpa pada dirinya. Disini sajak yang dipakai unsur kepuitisan yang kental terasa dalam mengambarkan sebuah kalimat yang tak nyata atau dapat dilihat dengan gambaran visual tetapi penulis berusaha mengabungkan antara pikiran dengan alam.

c.    Citraan
Adanya beberapa istilah dan kegunaan sehubungan dengan citraan ini, yaitu image dan imagery, yang batasan pemakaiannya sebagaimana diuraikan berikut ini. Image adalah impresi yang terbentuk pada imajinasi melalui sebuah kata atau serangkaian kata; seringkali merupakan gambaran angan-angan.
Dalam karya sastra puisi A. Mustofa Bisri “kau ini bagaimana” dan “bila kutipkan” penulis berani menggambarkan apa yang ia lihat (visual). Pengambaran dimasyarakat sebagai contoh “aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya” “kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya” “ aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya” dan “aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bissawab” bangunan citraan puisi menggambarkan hal-hal yang umum dan kabur (tapi enak didengar). Citraan juga bersifat persepsi dan mewakili sesuatu yang tidak nampak
d.   Makna/ isi kandungan puisi
Isi kandungan puisi diatas adalah mempunyai makna yang dalam.Sajak puisi tersebut memberikan makna sindiran/ atau kritikan dari semua lapisan masyarakat, tokoh masyarakat dan para pejabat. Yang mereka terkadang hanya mengumbar janji, apa yang mereka katakan tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Dalam hal itu dicontohkan dalam bait-bait sindiran yang  bertujuan untuk mengingatkan akan profesinya masing-masing dan bagaimana harus bertindak  sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Mustofa Bisri dalam hal ini, menciptakan sebuah puisi yang mempunyai makna yang dalam, disamping gaya bahasa dan diksi yang baik, dan bermanfaat bagi banyak orang.